Usia Pras sudah menjelang 30 tahun. Namun, ia masih belum mencari calon pendamping. Ia sendiri masih bingung harus mencari calon seperti apa. Selama ini ia pun tidak pernah berpacaran karena menurut keyakinannya pacaran itu hanya buang-buang waktu.
Terlebih lagi ketika ia tahu pernikahan kakaknya kandas. Padahal sebelumnya sang kakak sudah berpacaran selama tiga tahun dengan mantan suaminya tersebut sebelum mereka menikah. Pras mengambil kesimpulan bahwa pacaran lama pun takkan menjamin hubungan pernikahan akan langgeng.
Apakah kamu juga mengalami hal sama seperti Pras? Bingung menentukan kriteria apa saja yang dijadikan syarat untuk memilih calon pendamping. Mungkin kamu perlu tau dengan 6 kriteria berikut ini:
1. Pemahaman Agama
Tak bisa dipungkiri hal satu ini menjadi kriteria utama yang harus dipertimbangkan sebelum menikah, terutama untuk orang Indonesia. Agama harus sama, begitu juga pemahamannya. Mengapa harus dengan pemahamannya juga? Karena orang yang seagama belum tentu sepemahaman. Penting untuk memiliki pemahaman agama yang sama agar bisa memiliki sudut pandang yang sama ketika mencari solusi permasalahan.
Bayangin kalau kamu dan pasangan beda pemahaman? Yang ada malah tambah runyam. So, penting nih sama pemahamannya, ngga cuma agamanya saja. Karena tak sedikit orang yang menggunakan agama untuk mengisi kolom KTP saja, tanpa paham agamanya.
2. Akhlak
Saya pernah membaca suatu kisah tentang seorang suami yang kelihatan agamanya baik, namun akhlaknya jungkir balik. Ya, banyak yang salah paham menganggap agama itu hanya seputar ritual ibadah, hafalan Quran, dan penampilan syar'i. Agama lebih luas dari itu, salah satunya mengatur sikap dan perilaku.
Oleh karena itu, jangan terpana dengan seseorang yang terlihat berpenampilan syar'i dan ibadahnya rajin. Bisa saja ia justru memperlakukan istrinya dengan tidak baik.
Lalu bagaimana kita mengetahui sikap seseorang baik atau tidak kalau kenalannya hanya lewat perantara?
Nah inilah tantangannya. Sering akhwat atau ikhwan hanya mengandalkan perantara ustadz atau ustadzah saja untuk mengetahui akhlak calonnya. Boleh jadi saat ngaji akhlaknya bagus, tetapi saat di rumah suka meletus, seperti mudah marah dan melakukan KDRT.
Saat taaruf atau penjajakan, sebaiknya kita pun mengenal keluarga atau orang terdekatnya yang bisa dijadikan tempat untuk bertanya tentang kesehariannya. Untuk apa? Agar kita tau bagaimana sih perilaku dia sebenarnya.
3. Pekerjaan
Jika kamu wanita, pastikan calon suamimu sudah memiliki penghasilan baik dari bekerja atau wirausaha meskipun masih sedikit hasilnya. Dari sini bisa dilihat bagaimana kegigihannya untuk hidup mandiri dan menafkahi kamu kelak. Jangan sampai kamu menikah dengan pria pemalas yang boro-boro mau menafkahimu, boleh jadi malah nanti jadi parasit untukmu.
Jika kamu pria, pekerjaan calon istrimu boleh jadi akan menjadi masalah di kemudian hari. Misal gaji dia lebih besar dari kamu, lalu kamu menjadi minder. Bisa juga karena dia bekerja, anak kalian jadi diasuh orang lain atau keluarga.
Bukan berarti kamu harus memilih wanita yang tidak bekerja saja. Namun, bicarakanlah dengan calon istrimu mengenai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika ia tetap bekerja di luar saat sudah memiliki anak.
Kalau kamu memang tidak mau istrimu bekerja, carilah yang memang tidak bekerja atau mau melepaskan pekerjaannya setelah menikah. Kalau kamu bersedia menerima istrimu tetap bekerja, bersiaplah dengan risikonya. Yang pastinya suami istri harus saling bekerjasama dalam hal apapun. Nah, bicarakanlah segala sesuatunya termasuk hal pekerjaan sebelum menikah. Jangan setelah menikah baru semua dibicarakan, bisa ambyar nanti.
4. Pendidikan
Ada yang mengatakan semakin tinggi pendidikan, semakin luas wawasannya juga kedewasaannya. Perkataan ini boleh jadi benar atau tidak. Faktanya tidak semua yang berpendidikan tinggi itu dapat bersikap dewasa.
Namun, memang sebaiknya pilihlah calon yang setara dalam pendidikan untuk komunikasi yang lebih "nyambung" dan mencegah kesenjangan sosial. Misalnya ketika kamu mengajak pasanganmu bertemu teman-teman kuliahmu. Kecuali kamu berdua memang mampu saling menerima dan tidak mempermasalahkan perbedaan latar belakang pendidikan, lanjut deh ke jenjang berikutnya.
5. Keluarga
Di Indonesia, menikah itu tidak hanya dengan pasangan kita saja, melainkan menikahi keluarganya juga. Maksudnya kita pun akan terlibat dalam komunikasi bahkan dalam masalah keluarganya.
Oleh karena itu, penting juga mengetahui latar belakang keluarganya sebelum resmi menjadi bagian mereka. Tak sedikit yang awalnya cinta dengan pasangan berubah menjadi benci karena sering dirongrong mertua atau ipar. Namun ada juga yang mampu bertahan walau penuh penderitaan. Biasanya sih yang kayak gini karena mereka sudah mengetahui masalah keluarga masing-masing sebelumnya atau cintanya memang luar biasa.
6. Domisili
Sebelum menikah pastikan kamu dan dia akan tinggal dimana. Apakah kalian akan tinggal di rumah yang sama atau justru menjalani LDM (long distance marriage) karena urusan pekerjaan. Pastikan juga apakah tinggalnya di rumah mertua/orangtua atau di rumah kontrakan/pribadi? Penting membicarakan ini sebelum menikah agar kalian bisa membangun rumah tangga yang harmonis.
Tak sedikit istri yang stress karena tinggal di pondok mertua indah dimana mertuanya suka mengatur urusan mendidik anak. Tak sedikit pasangan yang saling curiga karena LDM dimana hanya bertemu sebulan sekali.
Penting, penting, penting untuk membicarakan dimana kalian akan tinggal setelah menikah nanti. Jangan sungkan bertanya saat penjajakan demi rumah tangga yang bahagia nanti.
***
Nah, itulah 6 kriteria yang bisa dijadikan bahan pertimbangan saat memilih calon pasangan. Memang ada orang yang hanya memilih pasangan dengan modal chemistry atau rasa cinta tanpa mempertimbangkan hal lain. Boleh sih, tapi sangat tidak disarankan. Karena faktanya rasa cinta itu bisa terkikis oleh hal lain misal faktor ekonomi. Oleh karena itu, jadikanlah 6 kriteria ini untuk dipertimbangkan agar tidak ada penyesalan di hari kemudian. Oce! Selamat memilih 😉
Comments
Post a Comment