Image by mohamed_hassan from Pixabay |
Bab Hubungan Antar Manusia
Fakta Kehidupan Ke-8
“Apa yang kita ucapkan tidak bisa ditarik kembali. Berhati-hatilah karena ada yang mudah memaafkan ada pula yang tidak.”
Tedy adalah seorang pria paruh baya yang memiliki sifat egois dan arogan, bahkan terhadap keluarganya sendiri. Suatu hari ia bertengkar dengan keponakannya dikarenakan masalah harta. Selama ini Tedy menempati rumah orangtua keponakannya (adiknya) yang bekerja di luar kota. Adiknya mengizinkan Tedy tinggal di sana agar ada yang memelihara rumah tersebut. Namun kenyataannya rumah tersebut justru tidak dirawat oleh Tedy. Ia bahkan sempat menggadaikan sertifikat rumah tersebut ke rentenir.
Di saat keponakannya telah dewasa, ia ingin mengambil haknya atas rumah tersebut dengan izin orangtuanya. Tedy bukannya memberikan hak sang keponakan, ia justru memintanya untuk menjual rumah tersebut dan hasilnya dibagi dua. Tentu saja sang keponakan tidak terima dan mengancam akan melaporkan Tedy ke pihak berwajib jika berani menjual rumah orangtuanya tanpa izin.
Seharusnya Tedy menyadari kesalahannya, namun yang terjadi ia naik pitam dan mencerca sang keponakan dengan kata-kata kasar. Sang keponakan kecewa dan marah. Semenjak itu mereka tak lagi berkomunikasi.
Tiga tahun kemudian Tedy menghubungi sang keponakan untuk meminta maaf. Namun, sang keponakan terlanjur kecewa dan sulit baginya memaafkan paman sendiri.
Itulah fakta kehidupan. Apa yang kita telah ucapkan akan sulit ditarik kembali. Kata-kata yang tak berwujud itu masuk ke telinga pendengar dan menusuk hatinya. Ada yang mudah memaafkan, ada juga yang tidak. Semua itu tergantung seberapa besar kesalahan dan usaha kita untuk memperbaikinya.
Dikisahkan bahwa salah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw meminta nasihat pada beliau. Kemudian Rasulullah Saw. menjawab,
“Apabila kamu (hendak) mendirikan shalat, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang hendak berpisah. Janganlah kamu mengatakan suatu perkataan yang akan membuatmu harus meminta maaf di kemudian hari. Dan kumpulkanlah rasa putus asa dari apa yang di miliki oleh orang lain.” (HR. Ibnu Majah no. 4171, hadits hasan)
Dari hadits di atas kita dapat mengambil hikmah agar lebih berhati-hati dalam menjaga lisan. Karena faktanya tidak semua orang mudah memaafkan, meskipun keluarga sendiri.
Comments
Post a Comment