...
Kami pindah lagi ke daerah lain karena
atasanku tahu sampinganku yang menjadi pergunjingan di kantor. Aku
terima saja kenyataan seperti ini, memang sudah sepantasnya. Surgaku
nampak kurus sekali. Aku tahu ia letih menangis dan juga letih
bersabar. Tapi setiap aku membelai rambutnya senyum itu tak pernah
pudar. Surgaku, sungguh hanya kamu yang bisa membuatku benar-benar
bahagia. Kuharap kamu bersabar suatu saat aku akan lepas dari semua
ini dan kamulah yang akan kubahagiakan.
Di daerah baru ini tidak senyaman
sebelumnya. Tak mudah bagiku mendapatkan pekerjaan baru. Surgaku
berusaha membantu semampu dia. Di sela-sela pencarian kerja, aku
tertarik dengan seorang wanita di daerah ini. Bukan karena cantiknya
atau seksi tubuhnya yang mempesonaku tapi hartanya. Ya iya adalah
istri dari seorang saudagar mapan dan juga putri dari keluarga yang
sangat kaya. Aku berusaha mendekati dan merayunya demi Tuhanku yang
semakin menggerogoti diriku.
Seperti dugaanku wanita itu mudah
dirayu dan mudah kuajak menikmati cinta satu malam. Namun ia wanita
bodoh! Ia tak menyiapkan diri dengan pengaman saat bercinta denganku
dan tak pelak ia menuntut pertanggungjawaban dariku. Sungguh hal ini
membuatku pusing karena surgaku berubah tak lagi penuh senyum namun
penuh amarah padaku. Aku tahu ia sedang lelah pasca melahirkan anak
kedua kami tapi itu bukanlah hal yang bisa membuatnya semarah itu.
Berita aku menghamili istri orang ini yang membuat dia naik pitam.
Suami dari wanita itupun tak kalah naik pitamnya, aku hampir saja
dibunuh jika tidak dihalangi surgaku dan masyarakat. Sedangkan wanita
itu terus menuntutku.
Kukabarkan berita ini ke Ibuku dan
sudah kuduga ia akan mendukung setelah mendengar betapa kayanya calon
menantunya ini. Namun bagaimana dengan surgaku? Maukah ia dimadu?
Ternyata kesabaran seseorang itu ada
batasnya. Surgaku tidak bisa menerima kenyataan ini. Mulailah ia
membeberkan fakta yang tidak kuketahui sebelumnya. Ternyata selama
ini Ibuku mengharapkan ia bercerai denganku bahkan sampai meminta
pertolongan paranormal, namun surgaku yang dibentengi agama tidak
mempan dengan itu. Ya sebenarnya sudah tak terhitung lagi perintah
Ibuku untuk menceraikan surgaku, namun hanya itu yang tidak pernah
aku turuti. Dan sekarang surgaku yang memaksa aku menceraikannya. Ia
mengamuk sampai mencengkram bahuku meminta talak. Sungguh aku yang
sedang lelah dengan masalah dan tuntutan sana-sini terpancing juga
dan dengan lantang kutalak ia. Ia mengucapkan terimakasih dan
berkemas.
Esok pagi surgaku telah menghilang
membawa dua anak kami. Aku mengerti keputusannya ini dan sekarang
fokusku untuk mengurusi wanita bodoh itu.
Akhirnnya kubawa wanita itu ke daerah
asalku. Ibuku menyambutnya dengan bangga. Wanita ini pun sepertinya
gila pujian. Ia pun menghadiahkan sebuah toko lengkap dengan isinya
untuk ibuku dan sudah kuduga Ibuku nampak sayang sekali dengannya.
Namun cinta yang semu pasti akan cepat menghilang. Beberapa bulan
kemudian wanita yang sudah kunikahi itu seperti sampah bagi Ibuku. Ia
sudah miskin sekarang. Semenjak ia mengandung anakku, suami
pertamanya menceraikannya, orangtuanya pun mengusirnya dari rumah. Ia
pikir aku akan mencintainya? Oh tak ada wanita yang kucinta dengan
sungguh-sungguh di dunia ini selain surgaku. Entah dimana ia
sekarang? Bahagiakah ia dengan anak-anak kami? Aku merindukannya.
Semakin hari wanita bodoh itu terus
mengeluhkan Ibuku yang berlaku kasar padanya. Toko yang ia beri itu
rupanya tidak sanggup memuaskan Ibuku. Aku sudah lelah berusaha.
Kularikan diri dengan mengonsumsi narkoba. Inilah temanku sekarang,
temanku melupakan neraka. Kutak peduli lagi hidup ini bagaimana,
sudah hancur diriku.
Suatu hari kudapatkan nomor kontak
surgaku dari seorang rekannya yang kutemui di pasar. Dengan hati yang
berdebar aku menghubungi, kutunggu nada dering dengan tidak sabar dan
kudengar suara surgaku yang sudah sangat kukenal. Kuakui siapa diriku
dan kutanya kabarnya. Ia menjawab dengan ramah. Oh surgaku, taukah
kah aku masih cinta?
Kuberanikan diri untuk mengatakan
penyesalan, “dek, bisakah kita seperti dulu lagi?”.
Jawaban mengecewakan kudapatkan “Maaf
kak, aku sudah menikah lagi, aku harap kakak tidak menggangguku lagi,
biar anak-anak aku yang urus”.
Oh surgaku hatiku miris, tapi kau
pantas mendapatkannya. Denganku hidupmu begitu menderita. Tuhan yang
sesungguhnnya sangat menyayangimu dan inilah hadiah terindah dariNya
atas kesabaranmu selama ini. Dan aku? Biarlah aku terus hancur dalam
neraka dengan Tuhan yang kejam. Inilah takdirku. Karena bagiku Tuhan
itu hanya satu yaitu Ibuku.
-The End-
Comments
Post a Comment