Ibuku, Tuhanku
Namaku Zaky, aku anak kedua dari 4
bersaudara dan aku anak laki-laki satu-satunya. Ini bukan anugrah
tapi kuanggap musibah. Sejak kecil aku lihat kelakuan Ibuku yang gila
harta dan pujian orang, yang ada di pikiran beliau hanya uang dan
uang saja. Sampai akhirnya bapakku sakit dan aku lah yang menjadi
tulang punggung keluarga dan menyuapi ibuku dengan uang yang tidak
pernah cukup baginya.
Aku merasa hidup ini neraka karena tiap
hari tak ada yang kupikirkan selain bagaimana cara mendapatkan uang
khususnya untuk ibuku. Sampai akhirnya aku bertemu dengan sosok
wanita yang membuatku merasa di neraka pun masih ada hembusan angin
surga. Sosok itu begitu mempesonaku, senyumnya, tawanya, sikapnya,
semua dari dirinya. Kucoba mendekati dan mendekati dan ia pun memberi
respon yang kuharapkan. Dan akhirnya kami menjalin hubungan. Sesuai
dugaanku Ibu mencurigai tingkahku yang tak biasa dan ia ternyata
menyelidiki semua. Namun tidak terduga Ibuku merestui hubunganku ini.
Apakah Tuhan mulai menyadarkan dirinya dari memilih setiap calon
menantu hanya dari harta? Entahlah tapi aku sungguh mensyukuri
kenyataan ini. Akhirnya kulamar dia, pujaan hatiku, surgaku.
Awal menikah begitu menyenangkan, tak
lama kami pun dikarunia seorang anak laki-laki yang lucu. Aku dan
surgaku belajar mandiri dengan mengontrak rumah. Namun tak disangka
neraka mulai menghampiriku lagi. Ibuku mulai menuntut lagi. Aku pun
panik karena aku baru saja merintis hidup, untuk sehari-hari saja
sangat pas-pasan. Untungnya surgaku begitu pengertian malahan ia
membantuku menafkahi keluarga, sungguh wanita dambaanku, penyejuk
hatiku.
Neraka mulai membuatku panas lagi.
Ibuku akhirnya mengetahui bahwa surgaku bukanlah dari keluarga mampu.
Selama ini surgaku tinggal bersama paman dan bibinya yang memang
mampu, sedangkan orangtua kandungnya sudah berpisah dan ia pun
ditelantarkan orangtuanya. Ibuku sinis dengan surgaku. Setiap
berkunjung raut wajahnya seolah ingin menelan surgaku. Aku berusaha
menyabarkan surgaku dan seperti yang kuduga surgaku begitu
pengertian. Aku semakin mencintainya.
Neraka mulai membakarku. Ayahku
sakitnya semakin parah, beliau hanya bisa berbaring pasrah. Namun
Ibuku bukannya ber-istighfar dan merawat ayah dengan baik, justru
semakin glamor dan tuntutan padaku semakin berat. Aku harus membiayai
pengobatan ayah, membiayai hidup ayah dan ibu, belum lagi adik-adikku
yang ingin melanjutkan studi. Ya Tuhan aku tidak sanggup. Namun
surgaku yang indah selalu menyejukkan hatiku yang resah. Ia membuatku
tak lelah. Surgaku, maafkan aku yang begitu menyusahkanmu.
Tak ada lagi cara selain menghalalkan
segala cara, pikirku. Ya itulah yang sanggup aku lakukan demi
memenuhi tuntutan ibuku. Aku memenangkan tender pengadaan media
pembelajaran untuk TK di daerahku. Tender yang bernilai menakjubkan
untukku dan juga untuk Ibuku. Entah setan darimana yang menggerakkan
tangan ini untuk mengambil uang tender itu dan dengan sekejap sudah
berpindah ke tangan Ibuku. Melihat senyumnya seperti ada kepuasan
dalam hatiku. Ya Tuhan aku tahu ini dosa tapi mengapa aku
melakukannya? Oh ya Tuhanku adalah Ibuku jadi apapun halal demi
kepuasannya.
Dengan penuh kepanikan aku mengajak
surgaku untuk pindah ke luar pulau, pokoknya jauh dari tempat kami
berdomisili sekarang. Aku tahu dosaku akan ketahuan dan aku akan jadi
target pencarian pihak berwajib. Dengan kepandaian membujuk surgaku
mengiyakan dan ia terlihat senang karena aku memilih kota
kelahirannya sebagai tempat kami tinggal selanjutnya.
Comments
Post a Comment