Beberapa waktu lalu saya sempat berbincang dengan seorang teman yang baru diangkat menjadi guru PNS di suatu daerah cukup terpencil dari Sampit, Kalimantan Tengah. Ia mengatakan tidak betah bekerja di sana karena setiap hari harus berkendara menggunakan sepeda motor sekitar 1 jam. Akhirnya ia mengajukan pindah sekolah ke daerah lebih dekat dengan Sampit dan sedang dalam proses.
Mendengar kenyataan ini saya jadi merenung bagaimana kabar sekolah yang dia tinggalkan ya? Apa ada penggantinya?
Kebetulan bidang kami sama yaitu mengajar bahasa Inggris dan berasal dari program studi yang sama saat kuliah yaitu Pendidikan Bahasa Inggris. Kejadian seperti ini tidak satu dua saja yang saya pernah dengar tapi cukup banyak. Guru-guru yang awalnya ditempatkan di daerah terpencil enggan mengabdi karena keterbatasan fasilitas atau akses yang terlalu jauh, sedangkan kebanyakan guru adalah wanita. Lalu bagaimana nasib anak bangsa yang berada di tempat jauh itu? Mereka pasti membutuhkan ilmu dan jika harus mencari di daerah yang lebih ramai kemungkinan takkan terjangkau dari segi biaya dan waktu.
Ada program Indonesia Mengajar yang diusung Bapak Anies Baswedan sebagai solusi untuk ini. Para pemuda yang freshgraduate direkrut untuk mengajar di tempat-tempat terpencil selama satu tahun. Sayangnya saat saya membaca daftar partisipan untuk program ini banyaknya bukan dari program studi pendidikan tapi non-pendidikan. Kemanakah wahai para pendidik yang sudah menimba ilmu sekian tahun dan mendapat gelar S.Pd?
Jangankan di tempat terpencil, tak jauh dari tempat saya tinggal masih seputaran Bandung ada sekolah yang beberapa guru bidang studi bukan berasal dari lulusan program studi pendidikan. Pentingkah itu? Menurut saya iya. Karena lulusan pendidik itu lebih tahu ilmunya dibandingkan yang tidak. Memang saat di lapangan bisa dipelajari urusan-urusan administrasi kependidikan, namun jadi muncul pertanyaan "kemanakah para lulusan universitas pendidikan itu?"
Boleh jadi karena hal inilah ada wacana pemerintah terutama Dinas Pendidikan akan mengizinkan lulusan dari program studi apapun untuk mengajar dengan persyaratan mengikuti serangkaian tes termasuk lulusan program studi pendidikan juga. Lalu apa gunanya kuliah mengenai kependidikan selama ini jika harus kembali mengikuti tes?
Sebagai orang yang hanya mengamati dan mendengarkan saya mencoba memberi solusi agar lulusan program studi kependidikan ini tetap eksis dan juga dapat memberikan solusi kosongnya pengajar di daerah terpencil.
Sebaiknya lulusan pendidikan ini setelah lulus dan memperoleh ijazah diwajibkan mengikuti pengabdian selama 1 tahun di daerah terpencil sebagai syarat untuk mendapatkan akta mengajar. Seperti halnya para dokter yang harus melakukan ini setelah program co-ass. Dengan begini setiap tahunnya akan ada pergantian pengajar ke daerah tersebut. Saya yakin universitas-universitas pendidikan yang dulunya IKIP tidak akan pernah kehabisan lulusan mereka. Jika pengajar ditempatkan saja untuk waktu yang tidak ditentukan maka dikhawatirkan ia akan mengeluh seperti halnya rekan saya tadi. Program ini kurang lebih seperti Indonesia Mengajar tapi partisipannya adalah lulusan program studi kependidikan yang diatur oleh kampus masing-masing. Seperti halnya pengabdian para dokter, para pengajar ini pun berhak mendapat honorer setara UMR karena mereka pun butuh penghidupan. Setelah seorang pengajar menyelesaikan pengabdiannya maka ia dapat memperoleh akta mengajar sebagai salah satu dokumen yang wajib dimiliki pengajar di sekolah.
Pengalaman saya saat kuliah di semester 8 diharuskan mengikuti Program Latihan Profesi (PLP) untuk latihan mengajar namun sekolah sasaran masih seputar kampus saja yaitu di Bandung selama satu semester. Program yang saya usung ini bisa lebih menjangkau daerah-daerah terpencil yang belum terpenuhi pendidikannya karena kekurangan pengajar. Selain itu para pengajar yang mengabdi bisa melaporkan perkembangan pendidikan di sana pada Dinas Pendidikan untuk dikaji dan dicarikan solusi demi majunya pendidikan di Indonesia.
Pendidikan itu sangat penting seperti yang diperjuangkan oleh Bapak Ki Hajar Dewantara saat zaman penjajahan. Beliau percaya suatu bangsa akan lebih maju dengan pendidikan. Nah saatnya kita lebih peduli dengan pendidikan secara keseluruhan khususnya untuk daerah terpencil. Peduli pendidikan, peduli Indonesia.
Comments
Post a Comment