Beberapa hari ini saya agak dirisaukan masalah yang yah mungkin menjadi kerisauan para single juga, yaitu tak kunjung bertemu jodoh?
Hal ini disebabkan oleh faktor eskternal dan internal.
Faktor eksternalnya yaitu seusia saya seperti ini sedang rame-ramenya menikah dan memiliki anak. Bisa jadi sayanya cuek tapi dari orangtua dan keluarga besar yang mempertanyakan terus dan membuat diri ini jadi merasa antara sebel dan khawatir.
Faktor Internalnya tentu saja jauh di lubuk hati itu merindukan seorang pendamping yang mengisi kebutuhan akan kasih sayang dan perhatian juga perlindungan.
Dan masalahnya sekarang tentu tidak sembarang memilih dan mencomot orang untuk dijadikan pendamping. Harus selektif namun tidak juga terlalu memilih-milih, karena tak ada manusia yang sempurna di dunia ini seperti halnya Rasulullah Saw.
Dari berbagai sumber memberi masukan pada saya untuk memilih seperti ini dan itu. Saya coba rangkum berikut ini:
1. Agama
Sudah sering sekali mendapatkan nasihat agar memilih pria yang baik dalam agama. Namun kriteria baik dalam agama ini tidak terukur. Apa yang sering mengaji, sholat, banyak hafalan Quran, seorang ustadz, dll?
Kalo menurut saya pribadi sih orang yang baik agamanya itu adalah orang yang mencintai Allah Swt dan Rasulullah Saw.
Bukti paling nyata adalah tidak lalai dengan sholat karena sholat itu tiang agama dan amalan yang pertama kali dihisab kelak. Kemudian barulah melihat kebiasaan lain seperti apakah dia rutin mengkaji ilmu agama lebih dalam lagi.
Selanjutnya adalah akhlaknya. Banyak yang mengaku ustadz tetapi perilaku bejat, ups. Pakaian dan title ustadz tidak menjamin seseorang berperilaku baik, padahal bukti keimanan seseorang itu dari akhlaknya. Akhlak seperti apa? Yang pasti selalu berperilaku baik terhadap orang lain dan makhluk lain.
Yang paling urgen ini adalah kejujuran, kenapa? Karena sulit sekali menemui orang jujur saat ini terutama pria. Beberapa kali saya menemukan pria pembohong dan usil khususnya bohong mengenai status pernikahan. Mengaku bujangan kepada setiap wanita, ternyata cucunya segudang, kata sebuah lagu. Huh!
2. Pendidikan
Orang mudah terkesan dengan title pendidikan seperti sarjana, magister, doctor. Diyakini semakin tinggi title maka semakin cerah masa depannya. Tentu tidak semua dan tidak semua benar.
Masalahnya tidak semua orang mendapatkan kesempatan untuk menikmati kuliah meskipun mempunyai kemampuan untuk belajar, sehingga tidak adil rasanya men-judge seseorang dari title pendidikannya. Banyak juga toh yang title-nya panjang tapi ijazah palsu. Yah, namun hal ini bisa jadi pertimbangan dan biasanya sih seperti itu saat memilih pasangan.
Ada yang bilang pola pikir seseorang yang pendidikannya lebih tinggi itu berbeda dengan yang tidak, sehingga di saat menghadapi masalah pun akan berbeda cara penyelesaiannya. Mungkin diyakini kedewasaan datang dari pendidikan yang lebih tinggi, tapi lagi-lagi tidak semua.
3. Pekerjaan
Harga diri seorang pria itu terletak dari kemampuannya untuk membiayai dirinya. Pria yang bekerja akan lebih dihormati dan juga jadi incaran kaum hawa, apalagi yang sudah level eksekutif muda.
Tapi jangan dijadikan pekerjaan ini sebagai patokan ketentraman hidup. Semakin tinggi jabatan seseorang di pekerjaannya maka akan semakin sibuk ia, artinya waktu untuk keluarga pun akan kurang.
Apalagi jika pekerjaannya di dunia entertainment yang kejar tayang atau harus konser ke berbagai kota dan bertemu dengan lawan jenis yang menggoda, wow!
Rasanya terlalu naïf juga jika menyukai atau tidak menyukai orang karena pekerjaan tertentu. Yang penting pekerjaan yang dilakoni itu halal, aman, bermanfaat dan dapat mencukupi kehidupan hasilnya. Menurut saya sih seperti itu saja karena mencari pekerjaan itu tidak mudah juga.
4. Domisili
Menikah itu adalah suatu ikatan, namun pertanyaanya apakah ikatan itu harus bersama dalam satu rumah atau tidak?
Hm kenapa saya berpikir seperti ini karena banyak terjadi pasangan yang terpisah jarak dan waktu alias LDR. Hal ini disebabkan oleh sang suami atau istri yang bekerja di tempat lain sedangkan salah satunya tidak bisa mengikuti atau karena ada alasan lain.
Sayang sekali ya jika sudah menikah tapi harus berpisah dan bertemu hanya dalam waktu tertentu. Ada yang berkata jika keterpisahan ini hanya sebentar demi masa depan lebih baik, ada yang selalu terpisah demi hidup, ada juga yang terpisah karena hubungannya disembunyikan.
Apapun alasan keterpisahan itu sebaiknya diusahakan tidak ada. Menikah itu ya harus bersama, karena banyak hal yang harus selalu di-refresh dalam suatu hubungan. Keterpisahan ini memungkinkan hal-hal lain mengganggu suatu hubungan walau ada juga yang tetap terganggu tanpa berpisah.
Intinya pilihlah pasangan yang kemungkinan bersamanya lebih besar atau komunikasikan agar bisa selalu bersama setelah menikah.
***
Well itulah beberapa hal yang selalu dinasehatkan pada saya. Tetapi nasehat itu ya sekedar kata saja, tetap saya yang nantinya memilah-milih sendiri.
Ada rasa ingin mendapatkan chemistry dulu dengan pasangan karena biasanya chemistry ini bisa menghilangkan perbedaan tapi bisa juga membutakan mata dan logika sih.
Yah saya itu lagi dalam kebimbangan harus apa dan bagaimana memilih pasangan? Ada rasa takut untuk memulai dan takut gagal lagi.
Sudah berusaha mencoba tapi lagi-lagi dapat orang yang mengecewakan atau saya yang terlalu perfeksionis, entahlah.
However, sudahi saja dulu masalah cari mencari jodoh ini. Jika sudah waktunya pasti kan datang yang terbaik. Namun, saya selalu diingatkan untuk berusaha juga tidak sekedar menanti.
Oke oke, tapi tentu usaha yang tidak sembarangan juga bukan. Saya itu termasuk tipe yang serius merespon sesuatu jadi agak mudah kecewa juga jika usaha itu tidak seperti yang diinginkan apalagi mencari jodoh ini urusannya dengan perasaan, lelah.
Ah, sudahlah Allah itu tidak tidur. Ia kan selalu mengawasi, melindungi, mengasihi, mencurahkan rahmat pada makhlukNya.
La Tahzan Innallaha ma’ana. Jangan takut Allah beserta kita. So, kenapa harus stress?
Comments
Post a Comment