Skip to main content

9 Pelajaran Mahal dari Pernikahan Gagal

Image by Stevepb from Pixabay

Menikah sekali seumur hidup hingga maut memisahkan boleh jadi menjadi impian sebagian besar wanita. Namun, itu tidak terjadi pada Mita. Pernikahan pertamanya kandas disebabkan orang ketiga. 

Mita tidak sepenuhnya menyalahkan orang ketiga tersebut sebagai penyebab keruntuhan rumah tangganya. Ia pun turut menyalahkan diri sendiri sebagai salah satu penyebabnya. 

Meskipun begitu, Mita banyak memperoleh hikmah dari kegagalan pernikahan pertamanya. Ia menyebutnya "pelajaran mahal dari pernikahan gagal". Ya, pelajaran ini sangat mahal karena Mita harus mengorbankan waktu, biaya, tenaga, hingga perasaan untuk mendapatkannya. 

Mita tidak ingin wanita lain merasakan kegagalan ini, cukup dia saja. Oleh karena itu, Mita membagikan 9 pelajaran mahalnya untuk anda semua.

1. Bicarakan banyak hal sebelum menikah

Sebelum menikah kebanyakan orang hanya fokus pada acara akad dan resepsi saja. 

Mereka tidak tahu bahwa setelah menikah akan ada banyak hal yang harus dihadapi dan disesuaikan, meskipun pasangan tersebut sudah saling mengenal sebelum menikah. Karena mereka tidak tahu, maka terciptalah konflik. 

Bagi pasangan yang mau saling mengerti, konflik bisa terselesaikan dengan baik. Sedangkan yang tidak, akan memendam perasaan itu hingga suatu saat akan ada waktunya perasaan itu meledak. 

Oleh karena itu, sebelum menikah bicarakan banyak hal yang berhubungan dengan kehidupan setelah menikah agar keduanya sama-sama siap. Seperti masalah keluarga, keuangan, pekerjaan, cita-cita, kebiasaan, hobi, teman, dan sebagainya. 

Setelah akad dan resepsi kita tetaplah orang yang sama, namun ditambah status dan tanggungjawab baru. 

Sayangnya hal ini tidak dilakukan oleh Mita dulu. Mita yang masih naif soal cinta mengira bahwa pernikahan adalah layaknya cerita negeri dongeng "got married and lived happily ever after". Faktanya pernikahan tak seindah itu. 

2. Menikah itu harus saling, bukan masing-masing

Pernikahan memang sangat tidak mudah. Banyak hal yang harus dibangun dan dipelihara untuk menjadikan hubungan pernikahan yang kokoh dan solid. 

Semua diperlukan kerjasama dari kedua pasangan. Jika hanya salah satu saja maka takkan mungkin terjadi.

Itulah yang terjadi pada Mita dulu dimana ia menikah di saat masih belia. Di sela-sela kesibukan kuliah, ia pun harus mengurus rumah tangga. 

Sayangnya, sang suami tidak mau diajak kerjasama, ia hanya minta dilayani. Mita merasa keberatan, namun keberatan ini malah menjadikan konflik dimana Mita dituduh tidak bisa menjadi istri yang baik.

3. Bersikap dewasa adalah kunci

Sudah menikah bukan saatnya lagi bersikap kekanak-kanakan dan egois. Kadang kala ada hal yang harus ditinggalkan demi kebaikan bersama, meskipun kita menyukai hal tersebut. 

Seperti halnya yang dilakukan Mita dulu. Mita adalah orang yang suka berorganisasi, namun setelah menikah ia tidak bisa aktif secara totalitas dikarenakan harus meminta izin dulu pada suami. 

Ia pun membatasi pergaulan dengan teman pria, karena ia tahu statusnya sekarang. 

Namun, hal itu tidak dilakukan sang suami. Ia tetap saja bergaul tanpa menjaga jarak dengan teman-teman wanitanya. 

Ketika Mita menegur justru sang suami tak terima dan mengatakan Mita terlalu cemburu. 

Terpaksa Mita mengalah membiarkan sang suami tetap dengan cara bergaulnya demi mempertahankan rumah tangga. 

4. Sikap pasangan bisa berubah

Sebelum menikah suami Mita bersikap sangat romantis, sering memberikan hadiah, membuatkan puisi dan memberikan kata-kata mesra. 

Namun, semua itu berubah setelah menikah. Mungkin ia merasa sudah mendapatkan Mita dan tidak berusaha lagi mendapatkan hatinya. Padahal perasaan cinta itu bisa naik turun. 

Sebelum menikah, Mita tahu bahwa suaminya mempunyai banyak teman wanita. Ia berjanji akan menjaga jarak dengan teman-teman wanitanya tersebut setelah mereka bersama. 

Namun, setelah menikah ia tetap bergaul dengan mereka selayaknya pria yang belum menikah. 

Boleh jadi tidak hanya Mita yang mengalami ini. Mungkin anda juga.

Sebenarnya tidak masalah suami tidak mesra seperti saat pacaran, namun sebagai pasangan menikah sudah selayaknya membangun kemesraan itu lagi dan sudah seharusnya lebih bisa menjaga diri. 

5. Menikahlah dengan kenyataan bukan harapan

Sebelum menikah, Mita banyak memiliki harapan bahwa suaminya akan seperti yang ia inginkan, namun ternyata hal itu tidak terjadi. 

Pada dasarnya kita tidak bisa mengubah seseorang seperti yang kita inginkan jika ia tidak mau berubah. 

Sayangnya Mita sudah terlalu banyak berharap pada pasangannya, sehingga ia  merasa kecewa di saat pasangannya tidak sesuai harapan.

Di sinilah pentingnya banyak mengenal siapa pasangan sebelum menikah, jadi kita masih bisa membatalkan pernikahan ketika pasangan tidak sesuai harapan. 

Memang tidak mudah mengetahuinya, namun kita bisa merasakannya. Setelah kita tau baik buruknya, maka kita bisa lebih siap menerima kenyataan tanpa banyak menaruh harapan lagi.

6. Menikah itu harus dengan ilmu yang harus selalu dipelajari bersama

Dulu Mita terburu-buru menikah tanpa ilmu yang cukup. Ia pikir cinta saja sudah cukup untuk membangun rumah tangga. Ternyata itu salah. 

Ia tidak tahu bagaimana menghadapi pasangan dengan karakter berbeda. 

Ia tidak tahu bahasa cinta. 

Ia banyak tidak tahu ilmu-ilmu pernikahan dan celakanya sang suami pun sama. 

Mita ingin belajar agar hubungan mereka bisa lebih baik, namun sang suami enggan dan merasa Mitalah yang salah, Mita yang harus memperbaiki diri, bukan dirinya. 

Sudah seharusnya suami istri belajar dan menerapkan ilmu pernikahan bersama. Seperti yang disebut di poin kedua bahwa pernikahan itu harus saling, bukan masing-masing.

7. Penting memiliki prinsip hidup yang sama

Masalah dalam pernikahan tidak bisa dihindari. Pasti akan selalu ada. 

Jika bukan dari internal, boleh jadi masalah muncul dari eksternal yang akan mempengaruhi internal. 

Meskipun begitu, selama suami istri memiliki prinsip hidup yang sama maka sebesar apapun masalah akan ada solusinya. 

Salah satu prinsip hidup bisa berasal dari pemahaman agama yang sama. Dengan memiliki pemahaman yang sama, maka ketika muncul masalah suami istri akan mencari solusi di sumber yang sama dan mentaatinya. 

Jika prinsip hidup tidak sama, maka akan sulit menyelesaikan konflik karena masing-masing memiliki solusi yang berbeda.

8. Jangan menyerah 

Sebesar apapun masalah masih bisa diselesaikan jika memiliki prinsip hidup yang sama. 

Jika prinsip hidup tak sama pun masalah masih bisa selesai jika ada yang mau mengalah dan tidak menyerah memperbaiki hubungan. 

Namun, jika salah satu menyerah dan berpaling, ya sudahlah. 

Pada dasarnya untuk membangun hubungan yang solid diperlukan dua hati yang tak mau saling menyerah. 

Akan selalu ada titik temu yang menyatukan dua hati yang tak mau menyerah tersebut. Namun, jika salah satu hati ini menyerah, apa gunanya satu hati yang lain?

Seperti itulah yang terjadi pada pernikahan Mita dulu. Hubungan yang sedang rapuh dimasuki orang ketiga. 

Hal ini menyebabkan sang suami menyerah pada pernikahan mereka. Sekeras apapun Mita mempertahankan, sang suami tetap enggan. Akhirnya perpisahan pun menjadi pilihan.

9. Jangan menggantungkan hidup dan kebahagiaan pada pasangan

Meskipun kita sudah menikah, kebahagiaan dan hidup kita adalah tanggungjawab kita sendiri.

Kita harus tahu apa yang bisa membuat diri kita bahagia tanpa melibatkan pasangan. 

Kita pun harus tahu bagaimana bertahan hidup tanpa pasangan. Karena pada akhirnya kita pun akan berpisah oleh kenatian. Kita boleh mencintai pasangan, namun tetaplah Tuhan yang utama. 

Seperti yang terjadi pada Mita, ia dicampakkan dan diceraikan. Jika Mita menggantungkan kebahagiaan pada suaminya, maka hancurlah hidupnya. 

Sedih pasca perceraian adalah hal normal, namun tidak seharusnya kesedihan itu dibiarkan berlarut-larut. 

Mita sadar bahwa masih ada Tuhan yang memberikannya kehidupan dan ia sadar bahwa yang membuatnya bahagia adalah dirinya sendiri bukan pasangannya. 

***

Demikianlah 9 pelajaran mahal dari pernikahan yang gagal. Pelajaran yang didapat dari tangisan dan sakit hati yang mendalam. Semoga bisa menjadi pelajaran bagi anda yang belum menikah agar lebih siap nantinya dan pelajaran bagi yang sudah menikah agar bisa memperbaiki hubungan untuk lebih baik lagi. 

Comments

Popular posts from this blog

Ciri-ciri Pria yang Harus Diwaspadai

Image by Sammy-Williams from Pixabay Ladies, keinginan dicintai seorang pria adalah dambaan setiap wanita. Keinginan ini sangatlah wajar mengingat kita adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain terutama lawan jenis. Tetapi tidak lantas kita sembarangan mencintai atau terlena dengan rayuan gombal pria. Hati-hati banyak pria berbahaya di sekeliling kita yang ngobral cinta untuk memainkan kita dan bahkan ada yang untuk memanfaatkan cinta kita demi memuaskan nafsunya. Nah saya ingin berbagi beberapa ciri-ciri pria yang harus diwaspadai:  1) Terlalu banyak merayu  Wanita cenderung suka dipuji dan dirayu, baik itu mengenai penampilan fisik, kecerdasan, perilaku dan sebagainya. Oleh karena itu pria yang suka merayu cenderung mudah mendapatkan banyak wanita. Berhati-hatilah ladies dengan pria semacam ini. Jika ada yang mendekati anda dan dari awal sudah mulai memuji-muji anda lebih baik abaikan saja. Jangan takut disebut sombong.  2) Terlalu sering menceritakan betapa supernya dia 

Mengapa Kita Perlu Beragama?

Kenapa kita perlu beragama? Karena dengan adanya agama hidup kita lebih terarah. Semua ada aturan dan petunjuknya. Dari mulai ritual sampai keseharian pun ada. Dari mulai hubungan dengan Tuhan sampai dengan manusia bahkan makhluk lain. Kenapa terkadang agama terasa berat bahkan menghalangi kita? Sebenarnya tidak, agama ini datang untuk memudahkan kita. Semua yang ada dalam agama merupakan petunjuk yang haq dan ada manfaatnya. Semua yg ada adalah untuk kebaikan kita juga. Terkadang manusia memang mengikuti hawa nafsunya saja. Jikalaupun kita tak sanggup mengikuti yg di-syariatkan, agama takkan memberatkan. Tuhan tau kemampuan kita. Lakukan semampu kita. Siapakah petunjuk kita? Rasulullah Saw adalah petunjuk umat Islam.  Semua yang beliau lakukan dapat kita jadikan contoh. Jikalaupun ada yang tidak bersesuaian dengan zaman sekarang bukan berarti itu salah. Toh Rasulullah tidak pernah menyebutkan hadits yg melarang kita untuk mengikuti zaman. Mengikuti zaman itu seperti per

Sendiri? Siapa Takut?!

Saya suka memperhatikan status teman-teman di FB atau twitter tentang kegalauan dan kesendirian. Sendiri itu memang bikin galau dan galau itu biasanya karena sendiri he. Sendiri itu bisa karena memang lagi single atau bisa juga karena LDR. Yah sendiri itu memang tidak enak. Tapi apakah lantas harus diratapi? Tentu tidak.  Mari kita cari sisi positif sendiri sebanyak-banyaknya:  1) Free Yap sendiri berarti kita "bebas" untuk memutuskan hal dengan keinginan kita. Bebas untuk berencana tentang hidup kita. Bebas untuk bercita-cita. Pokoknya all about ourselves, no others.  2) Lebih memperhatikan diri Karena kita sendiri kita jadi lebih konsen dengan diri kita, mungkin dengan penampilan fisik ataupun kesehatan. Kita dapat merawat diri untuk penampilan fisik dan juga berolahraga untuk menjaga kesehatan.  3) Terhindar dari hal-hal terlarang Nah, buat teman-teman yang begitu menjaga diri, kesendirian adalah anugrah, karena dengan begini terhindar dari hal-hal terlarang seper