Kuliah? Ow capek! Entah sudah keberapakalinya aku menyerukan kata-kata ini. Swear! Kuliah emang capek, puyeng, stress!
Padahal aku sudah berada di posisi mahasiswa kolot yang harusnya udah get used to sama hari-hari kuliah yang emang begini, but aku kan manusia juga wajar donk capek!
Huh udah hampir jam setengah sembilan. Bentar lagi delapan lima puluh. Aku harus buru-buru cabut supaya nggak telat, dosennya kan on time banget.
Satu, dua, tiga, eh koq jadi lupa hitungan anak tangganya ya. Ah bodoh amat yang penting udah sampe di lantai tiga.
Sekali lagi kulirik arloji dan oh tidak sudah jam sembilan! Aku kelamaan jalan kaki! Buru-buru aku berlari ke ruang 140 yang berada di pojok dekat WC cewek (detail sekali).
Lorong kelas sudah sepi pasti udah pada masuk semua. Tuh kan bener kelas paling pojok udah ditutup. Aku mengintip dari kaca yang terpasang di pintu. Oh no si bapak dosen udah mulai ngeset in-focus.
Aku segera mengetok pintu dengan halus dan membuka pintu perlahan.
“Assalamualaikum,” sapaku sembari melontarkan senyum kaku.
“Waalaikumsalam,” sang dosen menjawab.
Segera kucari bangku kosong yang masih tersisa. Ya di depan lagi. Heran ya orang Indonesia lebih suka duduk di belakang ketimbang di depan.
Kutempatkan tas gendongku di pinggir bangku seraya mengeluarkan peralatan tempur kuliah: binder dan pulpen.
Sang dosen sudah mulai bercuap-cuap sendiri menjelaskan materi. Kuberusaha memperhatikan tapi koq nggak masuk-masuk ya.
Kuberusaha menulis satu dua tiga kata yang kudengar namun tetap saja aku merasa jenuh.
Aku mulai bosan, beberapa lengan sudah kucubit sebagai pengalih rasa bosanku.
Kurobek kertas binder menjadi secarik kecil. Aku mulai menulis pesan singkat pada teman di belakangku. Kami asyik berkirim pesan sementara sang dosen terus berkutat dengan penjelasannya.
Ternyata permainan kecil ini tidak dapat mengusir rasa bosanku. Kukembalikan lagi indra penglihatanku pada papan putih di depan dimana proyeksi in-fokus terpantul.
Satu, dua, tiga menit penglihatanku mulai tak semestinya (agak kabur gitu), empat, lima, enam pluk! Kepalaku oleng menimpa bahu teman di sebelahku. Kuterlelap sampai terdengar suara.
“Rania!”
Aku tersadar segera. Kubelalakkan mata dan kudapati wajah sang dosen tepat di depanku. Kuberusaha mengulum senyum. Sang dosen stay cool tanpa ekspresi.
Fiuh! Benar-benar mengejutkan saja!
Kuberusaha kembali fokus ke papan tulis dengan mata yang masih berat. Oh, inilah kuliah.
Comments
Post a Comment