Cerpen: Ibuku, Tuhanku (Part 3 - End)

...


Kami pindah lagi ke daerah lain karena atasanku tahu sampinganku yang menjadi pergunjingan di kantor. Aku terima saja kenyataan seperti ini, memang sudah sepantasnya. Surgaku nampak kurus sekali. Aku tahu ia letih menangis dan juga letih bersabar. Tapi setiap aku membelai rambutnya senyum itu tak pernah pudar. Surgaku, sungguh hanya kamu yang bisa membuatku benar-benar bahagia. Kuharap kamu bersabar suatu saat aku akan lepas dari semua ini dan kamulah yang akan kubahagiakan.

Di daerah baru ini tidak senyaman sebelumnya. Tak mudah bagiku mendapatkan pekerjaan baru. Surgaku berusaha membantu semampu dia. Di sela-sela pencarian kerja, aku tertarik dengan seorang wanita di daerah ini. Bukan karena cantiknya atau seksi tubuhnya yang mempesonaku tapi hartanya. Ya iya adalah istri dari seorang saudagar mapan dan juga putri dari keluarga yang sangat kaya. Aku berusaha mendekati dan merayunya demi Tuhanku yang semakin menggerogoti diriku.

Seperti dugaanku wanita itu mudah dirayu dan mudah kuajak menikmati cinta satu malam. Namun ia wanita bodoh! Ia tak menyiapkan diri dengan pengaman saat bercinta denganku dan tak pelak ia menuntut pertanggungjawaban dariku. Sungguh hal ini membuatku pusing karena surgaku berubah tak lagi penuh senyum namun penuh amarah padaku. Aku tahu ia sedang lelah pasca melahirkan anak kedua kami tapi itu bukanlah hal yang bisa membuatnya semarah itu. Berita aku menghamili istri orang ini yang membuat dia naik pitam. Suami dari wanita itupun tak kalah naik pitamnya, aku hampir saja dibunuh jika tidak dihalangi surgaku dan masyarakat. Sedangkan wanita itu terus menuntutku.

Kukabarkan berita ini ke Ibuku dan sudah kuduga ia akan mendukung setelah mendengar betapa kayanya calon menantunya ini. Namun bagaimana dengan surgaku? Maukah ia dimadu?

Ternyata kesabaran seseorang itu ada batasnya. Surgaku tidak bisa menerima kenyataan ini. Mulailah ia membeberkan fakta yang tidak kuketahui sebelumnya. Ternyata selama ini Ibuku mengharapkan ia bercerai denganku bahkan sampai meminta pertolongan paranormal, namun surgaku yang dibentengi agama tidak mempan dengan itu. Ya sebenarnya sudah tak terhitung lagi perintah Ibuku untuk menceraikan surgaku, namun hanya itu yang tidak pernah aku turuti. Dan sekarang surgaku yang memaksa aku menceraikannya. Ia mengamuk sampai mencengkram bahuku meminta talak. Sungguh aku yang sedang lelah dengan masalah dan tuntutan sana-sini terpancing juga dan dengan lantang kutalak ia. Ia mengucapkan terimakasih dan berkemas.

Esok pagi surgaku telah menghilang membawa dua anak kami. Aku mengerti keputusannya ini dan sekarang fokusku untuk mengurusi wanita bodoh itu.

Akhirnnya kubawa wanita itu ke daerah asalku. Ibuku menyambutnya dengan bangga. Wanita ini pun sepertinya gila pujian. Ia pun menghadiahkan sebuah toko lengkap dengan isinya untuk ibuku dan sudah kuduga Ibuku nampak sayang sekali dengannya. Namun cinta yang semu pasti akan cepat menghilang. Beberapa bulan kemudian wanita yang sudah kunikahi itu seperti sampah bagi Ibuku. Ia sudah miskin sekarang. Semenjak ia mengandung anakku, suami pertamanya menceraikannya, orangtuanya pun mengusirnya dari rumah. Ia pikir aku akan mencintainya? Oh tak ada wanita yang kucinta dengan sungguh-sungguh di dunia ini selain surgaku. Entah dimana ia sekarang? Bahagiakah ia dengan anak-anak kami? Aku merindukannya.

Semakin hari wanita bodoh itu terus mengeluhkan Ibuku yang berlaku kasar padanya. Toko yang ia beri itu rupanya tidak sanggup memuaskan Ibuku. Aku sudah lelah berusaha. Kularikan diri dengan mengonsumsi narkoba. Inilah temanku sekarang, temanku melupakan neraka. Kutak peduli lagi hidup ini bagaimana, sudah hancur diriku.

Suatu hari kudapatkan nomor kontak surgaku dari seorang rekannya yang kutemui di pasar. Dengan hati yang berdebar aku menghubungi, kutunggu nada dering dengan tidak sabar dan kudengar suara surgaku yang sudah sangat kukenal. Kuakui siapa diriku dan kutanya kabarnya. Ia menjawab dengan ramah. Oh surgaku, taukah kah aku masih cinta?

Kuberanikan diri untuk mengatakan penyesalan, “dek, bisakah kita seperti dulu lagi?”.

Jawaban mengecewakan kudapatkan “Maaf kak, aku sudah menikah lagi, aku harap kakak tidak menggangguku lagi, biar anak-anak aku yang urus”.

Oh surgaku hatiku miris, tapi kau pantas mendapatkannya. Denganku hidupmu begitu menderita. Tuhan yang sesungguhnnya sangat menyayangimu dan inilah hadiah terindah dariNya atas kesabaranmu selama ini. Dan aku? Biarlah aku terus hancur dalam neraka dengan Tuhan yang kejam. Inilah takdirku. Karena bagiku Tuhan itu hanya satu yaitu Ibuku.

-The End-

Comments