Cerpen: Ibuku, Tuhanku (Part 2)


.....

Dan akhirnya kami tiba di kota baru, tempat kami akan tinggal. Aku tahu ini bukan penyelesaian masalah justru masalah baru, tapi sudahlah aku hanya ingin menyelamatkan diri dan keluargaku.

Di kota baru ini aku bekerja lagi dan berharap bisa menjadi orang baik. Namun ternyata di sini pun neraka masih mengejarku. Lagi-lagi Ibu menuntut uang dan aku sungguh tak punya cara lain selain tindak kejahatan.

Aku berilmu pada seseorang. Ilmu hitam. Dari sana aku belajar menjadi semacam paranormal dan menunjukkan pada masyarakat aku bisa mengobati penyakit apapun. Surgaku bingung dengan pekerjaan sampinganku, namun aku tahu ia tidak akan mengganggu karena sifatnya yang begitu baik, sangat baik, terlalu baik. Dalam sekejap masyarakat di sekitar rumahku mengetahui kehebatanku ini dan dari penghasilanku ini aku bisa menyirami sedikit api neraka yang terus membakariku. Neraka dari Ibuku, Tuhanku.

Berita yang kukhawatirkan akhirnya datang. Aku terdaftar sebagai DPO di daerah asal kami dulu namun bukti yang belum cukup dan karena aku berdomisili di daerah baru membuat pencarianku terhalang. Ah aku tak takut.

***

Aku memutuskan untuk pindah ke daerah lain karena masyarakat mulai tau kelicikanku. Dan lagi-lagi surgaku yang baik tidak mempermasalahkan.

Kali ini aku bekerja di daerah wisata yang cukup terkenal. Setiap hari aku harus melayani wisatawan dengan ramah. Aku mendapatkan kesempatan untuk mengantarkan mereka ke kamar penginapan atau cottege. Di sinilah aku mendapatkan ide baru untuk menghindari neraka yang masih saja mengejarku. Kumanfaatkan tante-tante yang terlihat sendiri kesepian. Aku sudah banyak berlatih menjadi perayu ulung dan seperti kuduga tante-tante kesepian itu dengan mudah jatuh ke pelukanku. Mereka butuh kasih sayang, sentuhan, dan kepuasan yang tidak mereka dapat secara rutin dari suami mereka. Dengan kemampuanku berkata-kata, kemudian menarik perhatian, dan menyentuh mereka di titik-titik sensitif sudahlah berapapun yang kuminta akan mereka beri. Inilah pekerjaan sampinganku untuk memenuhi kebutuhan Tuhanku, Ibuku.

Larut malam kupulang dan melihat surgaku sudah terlelap di kamar kami. Sungguh sampai detik ini aku masih mencintainya, tapi aku lebih taat dengan Tuhanku, Ibuku. Maafkan aku sayang, bisikku padanya.

Suatu hari aku pulang lebih awal dan surgaku nampak senang. Ia menemaniku makan malam dan kulihat ia begitu cantik hari ini dengan gaun yang memperlihatkan bagian tubuhnya yang indah. Aku tahu ia sedang memberi sinyal padaku untuk bercinta, namun aku sedang lelah karena di sela-sela bekerja tadi pagi seorang tante mem-booking-ku ke cottagenya dan aku sudah mengerahkan keperkasaanku untuk kepuasannya. Saat surgaku mulai mendekatiku di kamar, dengan halus aku menolak dan mengatakan aku lelah bekerja. Aku tahu rautnya kecewa namun ia memberikan senyuman pengertian. Surgaku, maafkan aku,

Semakin hari tuntutan dari Ibuku semakin besar saja. Aku sampai tidak tahu harus berbuat apa yang kubisa hanya tunduk patuh dan berusaha memenuhi dengan segala cara. Aku lelah tapi Ibuku Tuhanku.

Suatu hari surgaku bertanya “kak, aku koq jarang liat kamu sholat ya sekarang?”. Sungguh pertanyaan yang sangat menohokku. Aku memang tidak pernah sholat lagi. “Dek, masih pantaskah pendosa seperti aku ini untuk sholat?”. Surgaku menangis. Aku tahu aku salah tapi Tuhanku Ibuku.

Aku tahu yang aku lakukan ini salah tapi aku tak berdaya. Aku sangat mencintai surgaku tapi aku pun sangat mencintai Ibuku. Salahkan aku hanya ingin menjadi anak yang berbakti?

Bersambung...  

Comments

Post a Comment