Cerpen: Ibuku, Tuhanku (Part 1)


Ibuku, Tuhanku

Namaku Zaky, aku anak kedua dari 4 bersaudara dan aku anak laki-laki satu-satunya. Ini bukan anugrah tapi kuanggap musibah. Sejak kecil aku lihat kelakuan Ibuku yang gila harta dan pujian orang, yang ada di pikiran beliau hanya uang dan uang saja. Sampai akhirnya bapakku sakit dan aku lah yang menjadi tulang punggung keluarga dan menyuapi ibuku dengan uang yang tidak pernah cukup baginya.

Aku merasa hidup ini neraka karena tiap hari tak ada yang kupikirkan selain bagaimana cara mendapatkan uang khususnya untuk ibuku. Sampai akhirnya aku bertemu dengan sosok wanita yang membuatku merasa di neraka pun masih ada hembusan angin surga. Sosok itu begitu mempesonaku, senyumnya, tawanya, sikapnya, semua dari dirinya. Kucoba mendekati dan mendekati dan ia pun memberi respon yang kuharapkan. Dan akhirnya kami menjalin hubungan. Sesuai dugaanku Ibu mencurigai tingkahku yang tak biasa dan ia ternyata menyelidiki semua. Namun tidak terduga Ibuku merestui hubunganku ini. Apakah Tuhan mulai menyadarkan dirinya dari memilih setiap calon menantu hanya dari harta? Entahlah tapi aku sungguh mensyukuri kenyataan ini. Akhirnya kulamar dia, pujaan hatiku, surgaku.

Awal menikah begitu menyenangkan, tak lama kami pun dikarunia seorang anak laki-laki yang lucu. Aku dan surgaku belajar mandiri dengan mengontrak rumah. Namun tak disangka neraka mulai menghampiriku lagi. Ibuku mulai menuntut lagi. Aku pun panik karena aku baru saja merintis hidup, untuk sehari-hari saja sangat pas-pasan. Untungnya surgaku begitu pengertian malahan ia membantuku menafkahi keluarga, sungguh wanita dambaanku, penyejuk hatiku.

Neraka mulai membuatku panas lagi. Ibuku akhirnya mengetahui bahwa surgaku bukanlah dari keluarga mampu. Selama ini surgaku tinggal bersama paman dan bibinya yang memang mampu, sedangkan orangtua kandungnya sudah berpisah dan ia pun ditelantarkan orangtuanya. Ibuku sinis dengan surgaku. Setiap berkunjung raut wajahnya seolah ingin menelan surgaku. Aku berusaha menyabarkan surgaku dan seperti yang kuduga surgaku begitu pengertian. Aku semakin mencintainya.

Neraka mulai membakarku. Ayahku sakitnya semakin parah, beliau hanya bisa berbaring pasrah. Namun Ibuku bukannya ber-istighfar dan merawat ayah dengan baik, justru semakin glamor dan tuntutan padaku semakin berat. Aku harus membiayai pengobatan ayah, membiayai hidup ayah dan ibu, belum lagi adik-adikku yang ingin melanjutkan studi. Ya Tuhan aku tidak sanggup. Namun surgaku yang indah selalu menyejukkan hatiku yang resah. Ia membuatku tak lelah. Surgaku, maafkan aku yang begitu menyusahkanmu.

Tak ada lagi cara selain menghalalkan segala cara, pikirku. Ya itulah yang sanggup aku lakukan demi memenuhi tuntutan ibuku. Aku memenangkan tender pengadaan media pembelajaran untuk TK di daerahku. Tender yang bernilai menakjubkan untukku dan juga untuk Ibuku. Entah setan darimana yang menggerakkan tangan ini untuk mengambil uang tender itu dan dengan sekejap sudah berpindah ke tangan Ibuku. Melihat senyumnya seperti ada kepuasan dalam hatiku. Ya Tuhan aku tahu ini dosa tapi mengapa aku melakukannya? Oh ya Tuhanku adalah Ibuku jadi apapun halal demi kepuasannya.

Dengan penuh kepanikan aku mengajak surgaku untuk pindah ke luar pulau, pokoknya jauh dari tempat kami berdomisili sekarang. Aku tahu dosaku akan ketahuan dan aku akan jadi target pencarian pihak berwajib. Dengan kepandaian membujuk surgaku mengiyakan dan ia terlihat senang karena aku memilih kota kelahirannya sebagai tempat kami tinggal selanjutnya.  

Comments