Selayang Kisah dari Sudut Kampus


Aku Bermanfaat
DitYaRi

Suer aku deg-degan banget nunggu hasil UTS Listening ini. Aku benar-benar takut kalo-kalo nilaiku jelek karena aku menyadari hasilnya bakal gitu. Aku sama sekali nggak belajar sehari sebelum UTS. Emang sih aku sedikit meremehkan mata kuliah itu. Just listening gitu lho! cuman aku juga sadar soal UTS kali ini model TOEFL gitu dan sialnya pas UTS tiba-tiba maagku kambuh dan aku sama sekali nggak konsen.
Upss sudah hampir separo kelas tapi namaku belum dipanggil-panggil juga. Jangan-jangan nilaiku ancur abis, soalnya orang-orang yang kuanggap pintar udah disebutin di awal. Yakin deh nilaiku bakal buruk. Uh takut banget!
“Angginda.” Namaku disebut oleh sang dosen.
Aku bergegas maju ke meja beliau. Beliau melihatkan kertas ujianku dan kudapati tinta merah yang merangkai angka 60 besar di sana. Sudah kuduga. Aku berusaha tersenyum seraya kembali ke bangku.
“Gimana Nda, bagus ga?” Tanya teman sebangkuku, Moka.
Aku menggeleng lemah.
Setelah kelas bubar Bu Mila memanggilku. Beliau menegurku kenapa nilai UTSku bisa anjlok nggak seperti biasanya. Aku bilang aja karena model soalnya yang kayak TOEFL membuatku kesulitan dalam menangkap pembicaraan dan aku nggak biasa dengan soal kayak gitu.

ššššš ›››››

Aku melangkahkan kaki menuju kelas kedua yang letaknya di gedung sebelah lab bahasa yaitu perpus. Sembari berjalan aku merenungi nilai UTS yang baru kudapat. Benar-benar jelek! Kenapa sih aku nggak bisa dapat nilai lebih bagus? Koq Moka bisa dapat nilai 78? Renata 80 dan Sylvia 96? Koq aku nggak bisa sih? Apa aku ini bodoh? Perasaan semester ini aku benar-benar kalah telak dari teman-temanku. Aku nggak pernah merasa jadi orang yang unggul. Aku selalu menjadi orang nomor sekian. Kapan dan di mana aku bisa menjadi nomor satu?

ššššš ›››››

Hari Senin benar-benar melelahkan. Tiap hari ini lah aku harus nyetor tugas yang selalu kucari di internet. Tapi yang bikin aku bete tugas ini kayak nggak ada artinya aja. Aku jarang banget dapat giliran untuk mempresentasikan tugas yang kubuat. Ya iyalah harus kupresentasikan soalnya ini kelas Speaking gitu lho! Aku harus be active in speaking. 
Masalahnya aku nggak bisa ngacung seenaknya tapi harus sesuai panggilan dari dosen. Herannya aku paling pasif karena jarang dapat panggilan. Gimana si dosen tahu kemampuanku? Namun aku menyadari bahwa kemampuanku belum apa-apa di kelas ini. 
Aku sangat iri dengan salah satu temanku yang kurasa ia selalu mendapat pujian dari dosen. Kapan aku bisa seperti dia? Dia begitu lancar dalam berbicara, isinyapun bagus ditambah lagi pronunciationnya yang mirip penutur asli. Koq aku nggak bisa? Kapan aku bisa kayak dia?

ššššš ›››››

Kelas terakhir di hari senin benar-benar menegangkan dan menyeramkan. Tiap pertemuan yang terjadi hanya ngerjain quiz yang dibagikan dosen. Quiz itu pun nggak dibahas semua, soalnya anak-anak lebih penasaran dengan jawabannya ketimbang bagaimana cara mencari jawabannya. 
Begitupun aku. Aku merasa soalnya sangat sulit. Mungkin karena kosakataku yang kurang banyak sehingga aku merasa kesulitan dalam memahami isi wacana. Imbasnya aku pun kesulitan dalam menjawab soal. Nilai awalku saja 23. Edan banget kan! Itu terjadi karena aku salah baca instruksi. Aku nggak pernah dapat nilai sempurna. Dan aku iri dengan temanku yang nilainya selalu bagus di mata kuliah ini. Kapan aku bisa seperti dia?

 ššššš ›››››

Aku belum mengakhiri renunganku. Aku merasa bukan menjadi orang yang penting di kelas. Aku nggak punya jabatan apa-apa. Aku bukan ketua kelas, aku bukan sekretaris atau apapun itu. Aku hanya mahasiswa biasa yang datang untuk kuliah dan setelah itu pulang. Benar-benar hal yang standar dan tidak istimewa. 
Aku mau jadi seseorang yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi orang lain. Aku mau jadi seseorang yang diandalkan dan unggul. Apakah aku bisa? Sedangkan realita menyatakan bahwa diriku nggak bisa unggul. Yang unggul itu teman-temanku yang selalu mendapatkan nilai di atas rata-rata. Yang selalu mendapatkan pujian dosen. Aku di sini hanya bisa merenung.

ššššš ›››››

Alhamdulilah... Allah mengizinkan aku untuk membagikan ilmuku yang tidak seberapa ini. Aku diterima sebagai guru privat di salah satu lembaga belajar. Aku mempunyai tugas baru sebagai seorang yang berkewajiban mentransferkan ilmunya pada muridku. 
Muridku sangat kritis, ia selalu bertanya. Aku hampir saja kewalahan melayaninya. Seakan-akan ia menganggapku orang yang serba tau dan selalu mengagumi kemampuanku terutama dalam ilmu bahasa inggris. 
Ya Allah, di sinilah aku merasa sangat bermanfaat dan unggul. Aku merasa setingkat lebih berilmu dibandingkan anak muridku. Apakah aku sombong? Aku benar-benar merasa bahagia. Ternyata aku tidak sebodoh yang aku kira. Aku bisa membagikan sedikit ilmuku kepadanya. 
Terima kasih Ya Allah. Aku tak peduli lagi apa yang terjadi di kampus esok. Aku tak peduli bagaimana pun pujian dosen kepada teman-teman lain. Yang terpenting bagiku sekarang aku adalah orang yang bermanfaat dan aku bertekad untuk lebih giat agar semua yang kudapat dapat kutransfer pada mereka yang membutuhkanku.

ššššš ›››››

Just for my self and I:
Keep spirit girl! You can do it! Be confident!

Comments