Tahun 2005 saya pergi ke Bandung untuk meneruskan pendidikan. Di sana sudah menunggu seseorang yang saya sebut pacar. Salah satu kenakalan saya saat SMA adalah diam-diam pacaran, padahal orangtua saya melarang keras. Melihat kedekatan saya dengan beliau, Ibu saya yang saat itu mendampingi saya ke Bandung melapor ke Bapak. Bapak khawatir kami tidak bisa menjaga diri, akhirnya beliau menikahkan kami di bawah tangan agar terjaga.
Ternyata menikah sambil kuliah itu tidak mudah, ferguso. Saya menemukan banyak perbedaan prinsip dan kebiasaan di antara kami yang tidak saya ketahui saat pacaran. Sering sekali terjadi konflik. Namun kami tetap bertahan.Setelah sama-sama sudah lulus kuliah, kami menikah secara resmi dan dirayakan. Kemudian kami kembali ke Bandung dan sibuk dengan pekerjaan. Qadarullah beliau mendapatkan kerja di luar kota dan pulang seminggu sekali. Namun beberapa waktu kemudian beliau jadi lebih jarang pulang. Pertemuan dan komunikasi yang kurang intens menimbulkan kecurigaan dan konflik.
Pada suatu hari beliau meminta kami mengakhiri ikatan karena ada seseorang yang menurut beliau lebih pantas. Awalnya Saya tidak ingin orangtua tau masalah ini dan berusaha mempertahankan hubungan. Namun beliau bersikukuh pada pendirian hingga kedua orangtua kami terlibat.
Beliau menghubungi Bapak meminta izin mengembalikan saya. Bapak dengan tegas mengatakan, "silahkan urus saja jika itu yang kamu mau". Akhirnya resmi saya berpisah dengan beliau setelah lima tahun bersama.
Setelah perpisahan itu saya ingin kembali ke Sampit agar bisa mengobati hati yang luka. Namun Bapak melarang saya kembali karena beliau khawatir isu-isu yang beredar di Sampit bisa lebih menyakitkan saya.
Di tengah situasi yang tidak nyaman tersebut, justru ada keluarga yang menambah panas. Beliau bukannya menutupi aib kami, justru menyebarkan kesana kemari. Subhanallah.
@30haribercerita #30haribercerita #30HBC2020 #MengenangBapak #BapakSiagiannor
Comments
Post a Comment