Kehidupan Pernikahan: Ekspektasi Vs Realita

Hi couples, hari ini saya mau membahas ekspektasi vs realita pernikahan. Tapi ini bukan berdasarkan pernikahan pada umumnya ya. Ini berdasarkan pernikahan saya pribadi saja.

Baik, kita mulai ya.

Satu


Ekspektasi 1: Suami istri itu ibarat raja dan ratu, kemana-mana terlihat serasi dan elegan.

Realita 1: Kalau ngga bersolek ya sama aja kucel, bau, dan ngga menarik.

Saat masih pedekate atau taaruf biasanya kita melihat calon pasangan dengan penampilan terbaiknya. Begitu juga dengan kita yang berusaha berpenampilan menarik saat itu. Begitu pula saat sedang bersanding di pelaminan. Setelah menikah, ketahuanlah bagaimana penampilan aslinya yang kucel setelah bangun tidur. Wkwkwk. 

Meskipun begitu jangan khawatir. Semua itu masih bisa diatur dengan rajin merawat dan memoles diri. Sebenarnya sih merawat diri tujuan utamanya bukan untuk memuaskan pasangan, tapi untuk memuaskan diri sendiri dan berdampak pada rasa percaya diri ketika bersama pasangan baik di dalam maupun luar rumah. 

Dua


Ekspektasi 2: Suami itu seseorang yang selalu bisa diandalkan, khususnya dalam urusan finansial

Realita 2: Suami itu manusia biasa. Ada kalanya lemah dan tak berdaya. 

Sudah ngga zaman lagi masalah finansial hanya menjadi beban suami. Well, kenyataannya begitu. Biaya hidup makin tinggi dari hari ke hari, sedangkan pendapatan tak bisa mengimbangi. Salah satu solusinya istri pun harus menghasilkan baik dengan bekerja atau berwirausaha. Inilah kenyatannya, couples. 

Ada sih istri yang beruntung bisa mendapatkan suami mapan nan tajir. Tapi ngga semuanya kan. Jadi ya udah terima aja kenyataan dengan meningkatkan pendapatan dan saling bekerjasama. 

Tiga


Ekspektasi 3: Istri itu bisa melakukan segala urusan rumah.

Realita 3: Istri juga manusia biasa. Ia juga butuh bantuan.

Kalau saya perhatikan sih istri dari angkatan mertua saya itu serba terampil. Bisa memasak, beberes, menjahit, bikin kue, mengurus anak, dan sebagainya. Kalau sekarang? Istri sekarang sih pintar cari uang wkwkwkw. 

Zaman sudah berubah gimana donk? 

Sebenarnya sih ibu mertua saya ngeluhin juga harus mengurus rumah dan anak sendiri, tapi diimbangi bapak mertua yang menjadi pencari nafkah utama. 

Nah kalau zaman sekarang karena istri juga mencari nafkah, jadi sudah sepantasnya suami pun membantu urusan rumah. Ada istilahnya equal parenting. Jadi suami istri setara dalam urusan rumah dan ngurus anak. 

Well, kalau saya sih ngga keberatan harus mencari nafkah juga selama suami pun turut membantu urusan anak dan rumah. Dan masalah ini sudah kami bicarakan sebelum resmi menikah. 

Empat


Ekspektasi 4: Berhubungan intim itu gampang, pasti bisa dipraktekkan langsung secara alami.

Realita: Ternyata itu butuh proses, ngga langsung enak.

Siapa yang punya ekspektasi sama? 

Ternyata ngga seperi ekspektasi ya say. Meskipun kita sudah baca buku tentang sex bahkan nonton film blue pun belum tentu udah langsung ahli saat prakteknya sendiri. Kenapa coba?

Karena berhubungan intim itu harus ada pasangannya. Ya ngga? Jadi enaknya kalau sama-sama enak, bukan sendiri. Nah biar sama-sama enak kita harus tau apa yang bikin pasangan dan diri kita enak. Inilah yang butuh proses. 

Pertama kita harus komunikasikan dulu dengan pasangan sambil explore tubuhnya, lalu coba cara gini enak ngga, kalau ngga berarti coba cara lain. 

Kalau belum ada anak sih waktunya leluasa ya untuk explore. Nah, kalau udah punya anak nih yang menantang banget. 

Walaupun begitu ngga usah khawatir. Justru di sini serunya. Selama kita dan pasangan masih mau saling menerima dan menjalani prosesnya sih asyik-asyik aja. Jangan lupa terus belajar biar makin pintar ya hehe. 


Well, demikianlah ekspektasi dan realita yang bisa saya bagikan di blog kali ini. Masih ada sih ekspektasi dan realita lainnya, mungkin lain kali saya coba bagikan lagi. 

Buat yang belum menikah, ngga usah takut ya membaca tulisan saya ini. Faktanya saya enjoy aja tuh dengan pernikahan kami. Saya sadari memang pernikahan itu ya begini, makanya saya bikin tagar #bukanpernikahannegeridongeng. 

Tapi ada aja sih pasangan yang pernikahannya seperti negeri dongeng. Ngga usah insecure dengan mereka, kita aja yang ngga tau kesulitan apa yang mereka sedang hadapi di balik itu. Syukuri aja pernikahan sendiri.

Semoga tulisan ini bermanfaat. Tetap semangat dan berani menghadapi realita. 

Comments

  1. Tahun ini saya akan menginjak usia pernikahan ke-13. Duluuu, saya termasuk golongan perempuan yang sempat berpikir, "ngapain menikah, kalau sendiri saja bisa hepi." Tapi entah ya, akhirnya menikah juga hehehe. Waktu itu umur sudah mau kepala 3, jd sudah tidak berpikir kalau menikah itu bak negeri dongeng sih. Saya lebih menyebutnya : petualangan :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masya Allah udah 13 tahun. Setuju banget ka, pernikahan itu petualangan tiada akhir. Jadi bawaannya seru terus ya.

      Delete

Post a Comment