Murid Privatku (1)

Lagi pengen berbagi mengenai pengalaman mengajar mulai dari murid pertama sampe yang saat ini.

Pertama kali saya mengajar tahun 2007, saat itu masih kuliah semester 4. Tujuan mengajar saat itu sih ingin cari pengalaman dan nambah-nambah uang jajan :)

Oke, murid pertama saya namanya R, tapi saya sering memanggilnya Mas R karena ia anak pertama dari tiga saudara dan memang adik-adiknya memanggil seperti itu. Saat itu ia duduk di bangku kelas 5. Ortu R dari kalangan berada, ayahnya pegawai BUMN dan ibunya seorang hipnoterapis.

Oke oke langsung ke pengalaman..

R ini termasuk siswa yang agak sulit belajar, bukan karena bodoh tapi karena minat yang kurang. Yah kurang dengan pelajaran yang lebih banyak textbook. Saya perhatikan dan dengarkan dari ortunya, ia lebih berminat bahkan berprestasi dalam bidang olahraga. Sayangnya pendidikan di negara kita lebih menghargai siswa yang cerdas dalam bidang eksak.

Oke lanjut.. karena rendah minat belajar eksak dan sosial jualah ortunya ngelesin privat dan akhirnya bertemu saya. Tiap saya datang ke rumahnya terlihat ia belum siap belajar, ada saja alasannya mandi dulu, makan dulu, dan lain-lain. Ketika waktunya belajar pun masih mengajak ngobrol ini itu. Jadi bingung saya karena waktu terus berjalan, kontrak sekali pertemuan kan hanya 1 jam, karena menunggu dulu jadinya 3 jam lebih dan saya harus mengajar semua mata pelajaran SD kecuali bahasa Sunda (karena saya bukan native).

Karena kesulitan ini lah saya mencari-cari cara agar ia tertarik untuk belajar dan aha saya temukan dia menyukai Naruto. Walhasil sebelum mengajar saya selalu mempersiapkan gambar-gambar Naruto di flash drive untuk dicopas ke komputer dia. Tentu, saya tidak memberikan begitu saja gambar-gambar itu, saya memintanya untuk belajar dengan baik dulu kemudian ia mendapatkan gambar hehe..

Selain strategi itu, saya akhirnya memahami dia tipe anak yang tidak bisa diam dalam belajar. Karena ia berprestasi di bidang olahraga sudah bisa ditebak karakter belajarnya dominan kinestetik yang banyak bergerak. Walhasil setiap belajar saya biarkan ia bergerak sebebasnya asalkan ia mampu mendengarkan. Sambil belajar ia bisa sambil main skipping, main kursi yang ada rodanya, bahkan sambil naik genteng. Kebayang kan saya harus seperti spiderman hehe :D

Setelah lama, saya nilai R cukup mampu di pelajaran sosial yang sifatnya hapalan, namun kita harus menyampaikan dengan bercerita atau latihan soal secara lisan. Sayangnya ia sangat lemah di bidang matematika dan saya pun kesulitan mengajarinya karena matematika perlu latihan soal yang dikerjakan dengan seksama, sedangkan gaya belajarnya ala spiderman gitu. Pernah saya sedang mengajarinya, bapaknya datang dan membanggakan diri bahwa beliau adalah siswa yang cerdas di matematika saat seusia dia. Saya sih cuma mesem-mesem aja karena menurut saya apa yang beliau ceritakan itu tidak menjadi motivasi buat R tapi malah jadi membebani.

Ketika menjelang UN kelas 6, les jadi lebih intensif setiap hari, duh capek juga sih soalnya saya juga harus kuliah paginya. Gak papa deh demi membantu anak orang. Saya rasakan R juga kecapean karena harus belajar terus, di sekolah pun ia sudah ada pemantapan. Oleh karenanya saya berusaha belajar kami tetap santai.

Setelah UN selesai saya berkunjung ke rumahnya sekalian perpisahan karena ia sekeluarga akan pindah ke Bekasi. Ibunya mengatakan pada saya bahwa nilai R bagus-bagus dan berterimakasih pada saya serta dua rekan lain yang juga mengajar adik-adik R. Tiba-tiba R membisiki saya dan bilang sebenarnya nilainya bagus karena saat UN ia mendapatkan jawaban dari murid yang berprestasi di kelas dan itu diketahui guru. Nah lho anak-anak sudah diajari nggak bener nih, korupsi dalam ujian :( Akhirnya saya tidak jadi berbangga dan menjadi malu juga kecewa. Ibu R memberi saya hadiah berupa uang dan baju, duh rasanya gimana gitu padahal bukan karena saya prestasi anaknya. Tapi ya namanya rezeki jangan ditolak :)

Meskipun nilai UN R bagus, R tidak melanjutkan ke SMP, kata ibunya. Beliau kurang percaya dengan sekolah karena merasa anaknya kurang diperhatikan saat di sekolah. Kata beliau di sekolah R, yang merupakan SD favorit dan bonafit di Bandung, hanya memikirkan keuntungan saja, selalu menerima siswa pindahan sedangkan kapasitas kelas sudah terlalu sesak. Beliau berencana untuk mendaftarkan R di homeschooling. Wah orang kaya sih ya :D

Itulah saat terakhir saya bertemu R dan keluarga. Kalo dihitung-hitung sih sekarang R sudah kelas XI SMA. Wah udah segede apa yah? Jadi kangen. Saya coba cari di sosial media tapi gak nemuin, mungkin ID-nya gak pake nama asli. Mudah-mudahan suatu saat bisa bertemu lagi.

Dari mengajar R saya banyak belajar terutama belajar kesabaran dan berkreatifitas dalam mengajar. Menjadi guru privat memang bisa lebih dekat secara personal bahkan malah menjadi teman. Emang sih anaknya jadi kurang menghormati seperti guru di sekolah, risiko. Walaupun begitu tugas mengajar tetap harus dilaksanakan. Nah temen-temen yang juga ngajar les privat, jangan pantang menyerah ya menghadapi muridnya. Teaching is fun ^_^


Comments