Ketika Setengah Abad Pernikahan Tak Membawa Kebahagiaan



   Image by mohamed_hassan from Pixabay


Di suatu kesempatan saya mendengar curhatan seorang suami tentang istrinya.


Suami:
"Saya dulu itu dapat kesempatan kuliah di luar negeri untuk karir yang lebih baik. Sebenarnya ini pilihan berat, karena antara karir dan cinta. Akhirnya saya putuskan mengambil kesempatan itu demi karir yang saya pikir akan membawa kebaikan untuk keluarga juga. Saya tinggalkanlah istri dan anak-anak di Indonesia selama beberapa tahun.

Setelah pulang dari luar negeri, saya harus melaksanakan tugas dari kantor yang membuat saya meninggalkan rumah terus untuk keliling Indonesia.

Perekonomian keluarga kami membaik dengan karir saya yang meningkat. Saya bisa membangun rumah dan membeli harta.

Namun, saya tidak banyak waktu untuk bersama keluarga. Urusan mendidik anak pun saya serahkan ke istri. Dan ternyata istri saya tidak bisa mendidik anak-anak sesuai harapan saya.

Anak-anak menjadi pribadi yang tidak mandiri dan banyak merugikan saya. Akhirnya rumah yang saya banggakan pun terjual karena ulah anak yang menjaminkannya ke bank.

Tak sampai di situ, harta-harta saya pun mulai habis karena anak-anak terus merugikan. Istri saya memang membuat hidup saya sial. Sepertinya dia perlu di-ruqyah."

Di kesempatan lain, sang istri yang bercerita.


Istri:
"Suami saya itu hanya mementingkan karirnya saja. Dia gila hormat dari orang-orang. Selama dia di luar negeri, kami hidup susah. Mana ada dia mikir hidup kami cukup atau ngga.

Untungnya masih ada keluarga yang bantu, tapi tetap aja ngga cukup. Saya terpaksa ngutang sana-sini demi menyambung hidup.

Datang dari luar negeri dia kelihatan gemuk karena makan enak di sana, sedangkan kami kurus-kurus.

Saya pikir setelah karirnya meningkat, jatah bulanan ditambah, taunya sama aja. Kalau saya minta lagi malah saya dikata-katain istri yang ngga bisa ngatur keuangan. Kalau saya kerasin, malah saya dipukul. Ah saya ngga kuat mengingat itu.

Sampai sekarang saya ngga tau berapa jumlah gajinya. Dia ngga mau terus terang. Saya ngga tau sisa gajinya itu untuk apa.

Sebelum nikah, saya kerja. Tapi setelah menikah saya disuruh berhenti dan ijazah saya disembunyikan entah dimana. Dia itu posesif banget. Sebelum menikah, kalau ada laki-laki yang mengobrol sama saya dia marah.

Orangtua saya pernah menyarankan saya untuk bercerai, tapi saya kasihan sama anak-anak.

Pernah juga saya merajuk dan kabur ke rumah kakak setelah bertengkar. Dia nyusul, merayu saya dan berjanji tidak akan menyakiti lagi. Tapi janjinya selalu palsu.

Dia selalu membanggakan diri bisa menyekolahkan anak sampai sarjana, padahal di balik itu saya pontang-panting nyari uang buat bayar kuliah. Dia taunya bayar di awal aja, setelahnya ngga peduli.

Sekarang kami ngga ada rumah, harta terjual, tapi tetap aja kelakuan dia ngga berubah. Menyalahkan saya dan anak-anak terus. Padahal kami sudah menikah setengah abad lebih. Harusnya dia instrospeksi diri juga."

Saya: "Lalu, mengapa anda masih bertahan?"

Istri: "Saya bertahan demi anak-anak."

Saya: "Tapi kan anak-anak anda sudah menikah semua? Sepertinya tidak jadi masalah. Anda bisa ikut salah satu anak setelah bercerai."

Istri: "Kalau saya bercerai, dia nanti sama siapa? Anak-anak ngga ada yang suka dengan sifatnya."

Saya: "Itu artinya anda masih peduli dengan dia, anda masih cinta."

Istri: "Ya biarlah saya melayani dia sampai akhir hayat saya."

Saya: "Hmmmm."

Sayangnya saya belum menanyakan hal yang sama dengan suaminya. Saya penasaran apa jawaban sang suami jika saya bertanya, "jika anda pikir istri anda sangat merugikan hidup anda, mengapa anda tetap bertahan?"

Mungkin ini yang dinamakan pernikahan awet rajet. Awet sih tapi bertengkar terus. Disuruh pisah ngga mau. Sayang sekali ya kalau serumah tapi tak searah. Harusnya suami istri saling menentramkan, bukan menyakitkan.

Saya hanya bisa jadi pendengar setia curhatan mereka yang entah bagaimana akhirnya. Namun, ada hikmah yang saya dapatkan mengenai pernikahan. Salah satunya:

"Semakin lama pernikahan, bukan berarti semakin bahagia, jika keduanya tak mau saling belajar, saling memaafkan, saling menerima, dan saling memperbaiki diri".

Comments

  1. komunikasi suami istri itu paling penting .. karena akan ada byk kesalahpahaman jika komunikasi tidak baik .. bukan hnya sejln atau tidak tp rasa saling menghargai dan menghormati itu jg poin penting .. saling berterimakasih walaupun cuma satu kali seumur perjalanan rumh tangga akan mendatangkan suasana nyaman untuk satu sama lain .. 🥰

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul sekali. Terimakasih sudah membaca. Semoga bermanfaat.

      Delete

Post a Comment