Mari Mengajar

Sebenarnya mengajar dan menjadi guru bukan cita-cita saya. 

Saat SD dulu saya ingin jadi Pemain Bulutangkis kayak Mbak Susi Susanti, hasil euforia kemenangan Thomas dan Uber Cup Indonesia saat itu. 

Saat SMP berubah menjadi tour guide gara-gara berkunjung ke Yogya tepatnya ke Candi-candi dan di sana melihat para tour guide memandu bule-bule mengelilingi Candi menggunakan bahasa Inggris, rasanya keren gitu lihatnya ^_^

Saat SMA rasanya nggak ada cita-cita selain ingin kuliah di Bandung, sebenarnya sih disuruh orangtua hehe. 

Nah masuk jenjang kuliah alhamdulillah diberi kesempatan dari hasil SNMPTN ke jurusan Pendidikan Bahasa Inggris UPI. Dari sinilah dimulai cita-cita menjadi guru atau tepatnya diarahkan untuk menjadi guru.

Dan sekarang saya menjadi seorang guru bahasa Inggris di sebuah kursus bernama Celtics English Course. Tempat kursus ini milik dosen saya yang sekarang menjadi Kajur Pendidikan Bahasa Inggris UPI. Singkat cerita saya sudah bekerja 3 tahun di Celtics sebagai staf dan pengajar. Suka duka dilalui mulai dari staf cuma ber-4 kemudian meningkat eh sekarang tersisa 2. Ya namanya juga sebuah lembaga pasti ada yang betah dan ada yang tidak. Oke tidak perlu membahas itu, intinya saya senang mengajar sekarang.

Bagi saya mengajar itu tidak sekedar menyampaikan sebuah topik dan kegiatan di kelas, tetapi membangun komunikasi yang baik dengan siswa dan juga orangtua siswa. Dengan komunikasi yang baik dengan siswa kita bisa menciptakan suasana kelas yang menyenangkan, tidak tegang, dan alhamdulillah siswa bisa mengikuti pembelajaran dan menunjukkan hasil yang kita inginkan. Namun sayang kedekatan yang saya bangun ini kadang ada kelemahannya juga yaitu siswa-siswa jadi agak kurang tertib seperti suka BBM-an di kelas. Ini nih musuh besar saya --> BBM >_<

Karena saya bekerja di lembaga informal jadinya suasana cenderung lebih santai dan tidak terlalu mengusung aturan seperti di sekolah. Sayang disayang siswa-siswanya jadi yah kurang segan begitu dengan guru. Guru lagi menjelaskan siswa ada yang ngobrol dan BBM-an. Yang paling sulit jika siswanya adalah remaja tanggung yang agak sensitif jika kita tegur langsung. Akhirnya saya sering menuliskan catatan mengenai ketidaktertiban mereka di surat laporan kemajuan studi untuk orangtua. Hasilnya... sama saja *gubrak*

Yah sejauh ini sih saya enjoy saja walaupun anak-anak suka selingkuh dengan BBM atau apalah itu di kelas. Selama siswa bisa menjawab saat ditanya, mengikuti semua kegiatan, tidak menyakiti temannya, dan mampu menunjukkan kemampuannya, saya tidak terlalu mempermasalahkan sikap mereka yang kurang tertib. Memang kadang kurang baik cuma beginilah remaja dimana sebagai orang yang lebih tua harus bisa mengerti.

Jika kita renungi.. kelas itu memang tempat belajar termasuk belajar sikap. Ibarat dapur yang pasti berantakan saat masak namun harus tersaji apik dan enak di meja saji. Jadi di kelas siswa bisa mengekspresikan diri mereka sebebas-bebasnya dan guru sebagai pemberi arah apakah ekspresi mereka sudah tepat apa belum. Nah saat mereka sudah di luar kelas, mereka memiliki bekal untuk bersikap menjadi bagian masyarakat yang diharapkan tidak melakukan kesalahan lagi.

Meskipun saya hanya bagian kecil dari dunia pendidikan di Indonesia ini, dimana saya berkontribusi untuk sebuah lembaga kecil saja, saya berharap semoga pengabdian saya ini bisa berdampak besar suatu saat dari karya para siswa yang telah saya ajar saat ini.

Nah teman-teman para pengajar mau bidang apapun, jangan patah semangat jika kelas anda sulit diatur karena itulah kelas. Kata iklan sebuah produk sabun cuci "nggak ada noda, nggak belajar", nah kalau kelas "nggak berantakan, nggak ngajar". Maksa sih tapi biar saja ya. Yuk mari mengajar ^_^


Comments