Skip to main content

Ketika Malaikat Maut Menjemput



Ponselku berdering, nomor tak dikenal terlihat di layar. Ragu kuangkat, namun rasa penasaran merasuk. Akhirnya kusentuh tombol hijau di layar.

"Assalamualaikum," sapaku.

"Waalaikumsalam," sahutnya, "dengan Pak Fulan bin Fulan?"

"Betul. Ada yang bisa saya bantu?" jawabku.

"Saya Izrail. Besok pagi bapak akan saya jemput," ujarnya tegas.

"Izrail? Dijemput? Anda ini siapa?"

"Saya Malaikat Izrail."

"Anda jangan bercanda!"

"Saya tidak bercanda. Malaikat tidak pernah bercanda."

"Ke.. kenapa saya? Saya masih muda. Saya masih belum benar ibadahnya. Saya belum mapan. Saya masih punya tanggungan istri dan anak yang masih kecil. Saya belum berbakti penuh pada orangtua. Bahkan saya masih memiliki nenek berusia sangat lanjut. Mengapa tidak beliau duluan?" bertubi-tubi pertanyaan kuajukan mengikuti rasa kagetku.

"Maaf saya hanya menjalankan perintah. Tertulis di sini anda akan dijemput besok pagi setelah subuh."

"Tidak bisakah saya minta penangguhan?"

"Maaf kematian tidak bisa ditangguhkan. Tidak mengenal usia, status ekonomi, status sosial, status pernikahan, status keimanan dan ketakwaan".

"Jadi, besok saya dijemput?"

"Benar. Anda beruntung bisa mempersiapkannya. Sampai bertemu besok. Assalamualaikum."

"Waaalaikumsalam," jawabku lirih.

Kutatap jam, kurang dari 24 jam lagi ia kan datang, malaikat maut itu.

Pikiranku dipenuhi segala sesuatu yang ingin kulakukan dalam waktu sesingkat itu. Segera kuraih kembali ponsel, kuhubungi satu persatu keluarga, orangtua, saudara, kerabat, teman, dan semua orang yang kukenal. Kumohon maaf atas kesalahanku selama ini.

Segera kupanggil istri dan anak-anakku. Kuberi wasiat pada mereka agar mereka tabah sepeninggalku dan tetap menjalani hidup dengan baik. Kuberpesan pada anak-anak agar tak henti mendoakanku setiap hari.

Kusedekahkan harta-hartaku pada yang membutuhkan agar tak menjadi bebanku kelak. Kuberharap mereka bisa menyelamatkanku di hari pengadilan nanti.

Kudelegasikan semua pekerjaan yang belum terselesaikan pada rekan-rekanku.

Kupamit pada tetanggaku sekaligus memohon maaf dan menitipkan keluargaku.

Tersisa beberapa jam lagi. Kubersimpuh di atas sejadah. Kulakukan sholat-sholat terakhirku dengan penuh kekhusyukan, kubaca Quran dengan lirih, kuberdzikir dan kupanjatkan doa dengan linangan air mata. Ada sebersit penyesalan kenapa tidak dari dulu kulakukan ini.

...

Tersisa beberapa menit lagi, beberapa detik lagi. Adzan subuh berkumandang syahdu. Segera kulaksanakan sholat tanpa menunda lagi. Kupasrahkan segala sesuatu di dunia ini dan kuserahkan jiwaku kembali pada Yang Maha Menciptakan.

Kurasakan jiwaku mulai ditarik lepas keluar.
"Laa ilaaha illallah."

"Allahu Akbar... Allah....hu Akbar".

Mataku terbelalak. Jantungku berdegup keras. Keringatku mengucur deras dari kening. Kusegera bangkit duduk. Kudengarkan seruan adzan dari luar.

Astaghfirullah ternyata ini hanya sebuah mimpi. Masih tak percaya kutampar pipiku. Sakit.

Astaghfirullah. Mimpi, malaikat maut itu mimpi. Namun rasanya begitu nyata sampai perasaanku terbawa.

Astaghfirullah. Ini pasti sebuah peringatan agar aku tak lalai lagi. Seruan adzan sudah berakhir. Segera kubangkit berdiri untuk membersihkan diri dan menuju seruan itu berasal.

"Kami turut berduka bu. Insya Allah beliau husnul khotimah. Wafat dalam keadaan sujud di masjid."

Kudengar seorang tetangga menyampaikan kata-kata belasungkawa pada wanita di depanku.

Air matanya masih terlihat di sudut mata. Namun ia sudah terlihat tabah. Ia menatap seonggok tubuh yang terbaring kaku di tengah ruang tamu, berselimut helaian lembaran putih dan kain samping.

Tak lagi ia bisa berbicara, tak lagi ia bisa mendengar, dan menyentuh. Tugasnya telah berakhir. Itulah diriku yang telah mati.

Setelah tubuhku dibalut kain kafan, perlahan jasadku diangkat menuju tempat peristirahatan terakhirku. Orangtuaku, saudaraku, istriku, anak-anakku, tetanggaku, teman-temanku, dan lainnya mengikuti iringan keranda.

Jasadku telah terkubur di bawah tanah. Taburan bunga memenuhi pusara. Satu per satu pelawat meninggalkan tanah basah ini. Istri dan anakku bertahan paling akhir. Setelah menyentuh nisanku perlahan mereka beranjak pergi. Akhirnya tinggal roh ini yang harus mempertanggungjawabkan segala yang diperbuat kelak.

-Tamat-

------------------------------------------
Terimakasih yang sudah membaca dari awal sampai akhir. Dimohon kesediaannya untuk menulis komentar atau hikmah yang didapat dari cerpen ini.

Comments

Popular posts from this blog

Ciri-ciri Pria yang Harus Diwaspadai

Image by Sammy-Williams from Pixabay Ladies, keinginan dicintai seorang pria adalah dambaan setiap wanita. Keinginan ini sangatlah wajar mengingat kita adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain terutama lawan jenis. Tetapi tidak lantas kita sembarangan mencintai atau terlena dengan rayuan gombal pria. Hati-hati banyak pria berbahaya di sekeliling kita yang ngobral cinta untuk memainkan kita dan bahkan ada yang untuk memanfaatkan cinta kita demi memuaskan nafsunya. Nah saya ingin berbagi beberapa ciri-ciri pria yang harus diwaspadai:  1) Terlalu banyak merayu  Wanita cenderung suka dipuji dan dirayu, baik itu mengenai penampilan fisik, kecerdasan, perilaku dan sebagainya. Oleh karena itu pria yang suka merayu cenderung mudah mendapatkan banyak wanita. Berhati-hatilah ladies dengan pria semacam ini. Jika ada yang mendekati anda dan dari awal sudah mulai memuji-muji anda lebih baik abaikan saja. Jangan takut disebut sombong.  2) Terlalu sering menceritakan betapa supernya dia 

Mengapa Kita Perlu Beragama?

Kenapa kita perlu beragama? Karena dengan adanya agama hidup kita lebih terarah. Semua ada aturan dan petunjuknya. Dari mulai ritual sampai keseharian pun ada. Dari mulai hubungan dengan Tuhan sampai dengan manusia bahkan makhluk lain. Kenapa terkadang agama terasa berat bahkan menghalangi kita? Sebenarnya tidak, agama ini datang untuk memudahkan kita. Semua yang ada dalam agama merupakan petunjuk yang haq dan ada manfaatnya. Semua yg ada adalah untuk kebaikan kita juga. Terkadang manusia memang mengikuti hawa nafsunya saja. Jikalaupun kita tak sanggup mengikuti yg di-syariatkan, agama takkan memberatkan. Tuhan tau kemampuan kita. Lakukan semampu kita. Siapakah petunjuk kita? Rasulullah Saw adalah petunjuk umat Islam.  Semua yang beliau lakukan dapat kita jadikan contoh. Jikalaupun ada yang tidak bersesuaian dengan zaman sekarang bukan berarti itu salah. Toh Rasulullah tidak pernah menyebutkan hadits yg melarang kita untuk mengikuti zaman. Mengikuti zaman itu seperti per

Sendiri? Siapa Takut?!

Saya suka memperhatikan status teman-teman di FB atau twitter tentang kegalauan dan kesendirian. Sendiri itu memang bikin galau dan galau itu biasanya karena sendiri he. Sendiri itu bisa karena memang lagi single atau bisa juga karena LDR. Yah sendiri itu memang tidak enak. Tapi apakah lantas harus diratapi? Tentu tidak.  Mari kita cari sisi positif sendiri sebanyak-banyaknya:  1) Free Yap sendiri berarti kita "bebas" untuk memutuskan hal dengan keinginan kita. Bebas untuk berencana tentang hidup kita. Bebas untuk bercita-cita. Pokoknya all about ourselves, no others.  2) Lebih memperhatikan diri Karena kita sendiri kita jadi lebih konsen dengan diri kita, mungkin dengan penampilan fisik ataupun kesehatan. Kita dapat merawat diri untuk penampilan fisik dan juga berolahraga untuk menjaga kesehatan.  3) Terhindar dari hal-hal terlarang Nah, buat teman-teman yang begitu menjaga diri, kesendirian adalah anugrah, karena dengan begini terhindar dari hal-hal terlarang seper